Saat ini merupakan era baru digital, perubahan dalam mengembangkan sebuah delivery news. Tak lagi televisi yang menjadi primadona sebagai gudang informasi, namun kini beralih ke website, blog, youtube, sosmed dan sebagainya. Sebagai bukti dapat dilihat bahwa media massa khususnya televisi di Indonesia pun memilki website masing-masing. Liputan atau tayangan tinggal di upload saja, bahkan promosi program pun dapat dilakukan dengan mudah. Hanya dalam hitungan detik saja bisa mendapatkan respon banyak. Hal ini pun menuntut pekerja media untuk lebih multifunction, bukan hanya sebagai seorang reporter saja tetapi menjadi seorang Video Journalist atau sering disebut VJ. Tak cukup itu saja, era digital ini menuntut kita beradapasi dengan internet, hasil liputan bisa langsung diupload atau streaming via youtube ataupun di beritakan pada website dan portal berita yang terkait, yang tentu saja tersambung otomatis dengan social media baik facebook maupun twitter.
VJ
itu gabungan dari reporter dan camera person, dituntut memiliki kemampuan dasar
dalam membuat naskah dan mevisualisasikannya dengan teknik kamera video, namun
kini dapat dengan mudah menggunakan handphone/gadget yang kamera videonya
memadai. Keuntungan media televisi yang memiliki VJ yaitu secara otomatis
menghemat biaya produksi dan praktis, serta menghemat ruang dan waktu.
Hal
inilah yang membuat saya semakin bersemangat untuk terus melatih diri menjadi
seorang VJ di bangku kuliah. Apalagi saat masuk kelas Jurnalistik Online Mas
Naratama VOA, tambah antusias sekali. Jujur saja, saya sudah mempunyai blog
lengkap dengan media social yang ada sejak saya berada dibangku SMA, namun jarang
saya gunakan. Saya sangat menyayangkan sekali kesempatan waktu dulu ternyata belum
banyak orang yang menggunakan blog sebagai media informasi. Tetapi tidak
masalah, saat ini saya sudah memulai menulis diblog, walaupun sedikit terpaksa
karena tugas yang diberikan oleh Mas Nara. (paksaan posistif yang akan berguna
dimasa depan)
Hidup
itu proses pembelajaran, sama halnya menjadi seorang VJ itu sesuatu sekali.
Bicara soal buat berita saya sudah tahu dasarnya dan paham cara membuatnya,
namun bicara soal mengambil gambar. Ini dia harus BELAJAR tentang kamera,
khususnya kamera video. Yang saya tahu itu mengambil gambar ya hanya tekan saja
tombol kameranya. Tetapi ternyata tidak, ada teknik-tekniknya dan bagaimana
menghasilkan gambar yang memiliki arti. Wah daebak (bahasa korea yang artinya
mengagumkan atau keren), baiklah saya mencoba sebaik mungkin.
Lama
kelamaan saya mulai menyukai kamera, yang dulunya mengambil gambar diri sendiri
tetapi kini mengambil gambar moment atau orang-orang yang sedang melakukan
sesuatu (yang memiliki makna). Oh ya, bukan BELAJAR mengenai pengambilan gambar
saja, tapi belajar juga mengedit sebuah video. Aigoo (bahasa korea yang artinya
aduh), aigoo menjadi seorang EDITOR, pertama-tama itu nambah ram laptop dulu.
Tapi tetap saja saat mengedit video lambat. Cobaan!! Sabar …. Alhasil kini saya
tidak mengeluh kalau mendapat tugas liputan baik dari berbagai mata kuliah. Basic
menjadi seorang editor itu ternyata sama halnya menjadi seorang cameraman, tahu
point of view, framing, komposisi, angle-nya dan sebagainya. Jadi sebenarnya
saling melengkapi, daebak!!
Basic
sebenarnya itu adalah the elemen of the shot, yaitu yang pertama ada motivasi.
Ibarat hidup tanpa tujuan itu sama dengan mati. Sama halnya dengan mengambil
sebuah gambar tanpa ada motivasi (tentunya motivasi yang baik dan benar), oleh
sebab itu semua gambar itu ada maknanya tergantung motivasi dari si pengambil
gambar. Semenjak tahu basic tentang motivasi ini, saya jarang mengambil gambar
sembarangan (tidak asal jepret saja), namun melihat dulu kemudian mencoba
memahami yang saya lihat, lalu mengabadikan apa yang saya lihat (camera : help
your memory).
Yang
kedua itu informasi, jadi setiap gambar yang diambil itu harus mengandung
informasi. Sesuai dengan kaidah jurnalistik factual dan actual tentunya. Ibarat
tangan pengantin ada cincin, seorang VJ yang tak bisa lepas dari kedua unsur
informasi tersebut. Yang ketiga itu
komposisi, yang menentukan arah dan kedalaman suatu informasi dari sebuah
gambar. Yang keempat itu suara, disekitar kita tak pernah lepas dari music,
begitu pula video tak pernah lepas dari audio.
Yang
kelima itu angle atau sudut pandang, ibarat hidup tanpa prinsip, tidak memiliki
karakteristik. Oleh sebab itu menentukan sudut pandang harus dipikirkan sampai
matang, jangan sampai salah menempatkan karena akan memunculkan makna lain
bahkan bisa mendapat masalah. Sudut pandang setiap orang memang berbeda-beda,
namun sebagai seorang VJ sudut pandang yang dimiliki harus sesuai dengan kaidah
jurnalistik dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Agar informasi yang
dapat diterima dengan sasaran yang tepat. Yang keenam itu kesinambungan, yaitu
adegan-adegan yang dibentuk dalam shot. Adanya pergerakan dan komposisi yang
ada tetap natural dan memberikan pengaruh positif.
Daebak…
tak heran gaya dan teknik-teknik yang dimiliki seorang VJ terlihat sama seperti
seorang seniman. Jika seorang seniman menghasilkan karya artisitik, seorang VJ
menghasilkan karya jurnalistik.
Kali
ini bicara soal karya, media televisi memiliki format acara yang menghadirkan
karya artistic dan jurnalistik yaitu terbagi dalam 3 kategori:
1. Drama/Fiksi (karya artistic)
2. Berita
(karya jurnalistik)
3. Entertainment/
non-drama (karya artistic)
Walaupun
seorang VJ menghasilkan karya jurnalistik, tak bisa dipungkiri seorang VJ
berada dalam dunia penyiaran khususnya, televisi. Sehingga pengetahuan tentang format
acara televisi ini perlu dipelajari, karena didalamnya pun terdapat cara-cara
yang mendukung tugas seorang VJ. Seperti pembuatan sebuah Gimmick, dalam
program acara televisi gimmick adalah pemikiran creator untuk menciptakan
adegan-adegan yang memancing penonton dan memperkuat sebuah program. Ada 3 hal
yang perlu diperhatikan untuk membuat sebuah gimmick, yaitu target penonton,
bahasa yang digunakan dan format acaranya.
Kemudian ada istilah clif hanger, yaitu
adegan yang dibuat khusus untuk bisa menahan penonton saat komersial break.
Biasanya ditemui pada format acara drama dan non-drama, intinya adanya
kreativitas yang mendukung pekerja televisi.
Seorang
VJ pun dituntut kreatif, dalam menentukan tema, saat dilapangan untuk produksi
video dan saat mengedit video, kreativitas sangat dibutuhkan sehingga muncul
slogan “kalo gak kreatif, mati aja loe”. #salamSumpahKreatif
Lanjut ke part #2 Menjadi seorang VJ.

0 comments:
Post a Comment